Tetes Hujan
Malam itu, terlintas di pikiranku tentang hujan yang tak kunjung usai. Detak jam menunjukan angka 24.00 namun hujan pun tak kunjung usai, kemudian aku pun berfikir, tentang orang di luar sana, orang yang tak memiliki tempat tinggal di luar sana, tidakkah mereka kehujanan ? tidakkah mereka kedinginan ??
Malam itu aku langsung bergegas keluar, mencari seorang yang ikhlas dengan hujan ini. Ketika sampai, aku melihatnya dibawah pohon rindang nampak seorang sedang kedinginan, daunpun hanya menjadi selimut baginya, air mata mengalir bak hujan yang turun, seperti menyatu dalam tubuhnya.
Tak lama, segera kuhampirinya, dengan langkah kaki yang begitu gemetar melihatnya, di bawah hujan yang begitu deras, aku pun bertanya kepada seorang lelaki tua itu, “kek, mengapa kakek tidak pulang, hujan sangalah deras, kakek bias sakit”, dengan tubuh yang merinding kedinginan, kakek itu pun menjawab,”kakek tak punya tempat tinggal nak, kakek hanyalah seorang pengemis tua, yang tak punya lagi keluarga” mendengar ucapan kakek tersebut, tak terasa air matakupun menetes, melihat sang kakek yang begitu semangat dalam hidupnya, walaupun hidupnya tak seperti diriku.
Tak lama ku ajak sang Kakek tersebut untuk berteduh di sebuah pos ronda, ketika aku akan membantunya bangun, ku lihat kaki sang kakek tersebut yang telah tiada, air mataku pun begitu deras mengalir, begitu terenyuhnya hatiku, seperti hujan yang turun semakin deras. Aku Bantu kakek tersebut bangun, dan berjalan dengan susah payah menuju pos ronda terdekat, ketika tiba, terlintas di pikiranku untuk mengambil sebuah makanan yang ada di mobil, aku pun segera lari ke mobil untuk mengambil makan tersebut, lalu akupun kembali menuju lelaki tua tersebut, namun ketika aku sampai, lelaki itupun telah tiada, kemudian aku berlari mencari lelaki tua tersebut sambil berteriak, “kek!!...kek!!...kakek!!, namun tak juga aku temui, aku mencari, hingga tubuhku ini terasa lelah namun tak juga aku temukan, ketika itu, aku merasa bersalah kepada kakek tersebut, ku tinggalkan makan tersebut di atas meja di pos ronda tersebut, dan aku pun menuju mobil sambil merundukan wajahku yang terus di aliri air mata penyesalan.
Namun entah mengapa, terlintas di pikiranku,seperti adanya banyangan dipikiranku ini, kakek tersebut menatapku dan berkata terimakasih nak, begtu mulyanya akhlakmu, begitu baiknya dirimu, hingga kau tak memikirkan dirimi sendiri, kakek bangga padamu, namun kakek pergi karena tidak ingin membuatmu repot, pulanglah, segera temui ibu dan ayahmu, sayangilah mereka, seperti engaku menyayangi diriku, mereka menunggumu, dengan bertetes air matapun aku terjatuh, dan kemudian aku segera masuk mobil, di dalam mobil, begitu sedihnya aku, walaupun hanya tampak seperti bayangan, namun seperti nyata buatku.
Ketika tiba dirumah, aku pun langsung merenungi semuanya, hujan yang telah usai, namun kini aku menyadari, begitu banyak orang diluar sana yang membutuhkan bantuanku, namun mereka tetap berusaha keras, mereka tetap berjuang, walaupun hujan terkadang menerpa mereka, penyakit menerpa mereka, namun mereka tetap berjuang untuk hidupnya dan orang lain.
(31 Mei, 00.15 WIB, saat turun hujan)
0 komentar
Posting Komentar (Old Form)